“Dudukkan goal-nya. Cukup familier kan ya dengan kalimat tersebut?”
Saya, Coach Basbas atau para fasil/mentor coach di kelas workshop Everyone as Coach/Basic Practitioner Coach bahkan sampai kelas Advance acap kali menyampaikan hal tersebut. Apalagi jika sudah praktek coaching, poin ini akan menjadi perhatian utama.
“Kenapa goal-nya harus didudukkan sih?”
“Iya, sebab kalau goal-nya masih “berdiri”, ia bisa wara-wiri ke sana kemari, dan menjadi liar.” Respons dengan tawa.
Mengetahui goal yang diinginkan coachee itu sangat penting. Ibarat naik taksi, jika tak tahu mau ke mana tujuan penumpang, sang driver akan pusing sendiri, mutar ke sana sini, tak jelas arah. Coach dan coachee bisa sama-sama lelah jika percakapan coaching-nya tak tentu arah. Itulah penting mendudukkan goal (setting goal). Coach dan coachee memahami goal yang ingin dituju. Goal agreement dalam istilah coaching. Sesi coaching tanpa sebuah goal yang jelas, menjadi percakapan biasa.
Menanyakan motif dari goal yang ingin dicapai coachee juga tak kalah penting. Jack Canfield dalam bukunya coaching the Breaktrough menyatakan hal serupa. Sebab, percakapan coaching bukan percakapan biasa. Apalagi kalau sudah coaching berseri. Jika motif dari pencapaian goal tidak diketahui, bisa jadi coachee tidak melihat ada suatu nilai penting dari tujuan yang ingin dicapai. Dengan coachee mengetahui motif dari tujuan yang akan dicapainya, (mempengaruhi presence coachee) yang itu berkaitan erat juga dengan intensi dan atensi mereka sebagai coachee dalam percakapan coaching.
Mari kita lihat ilustrasi percakapan coaching berikut. Sebelum itu sebagai informasi kepada para pembaca jika ada kemiripan nama dan cerita ini hanya suatu kebetulan saja.
Coach: Baik Pak Budi, apa nih yang ingin kita bicarakan di sesi coaching kita ini?
Coachee: Terima kasih coach sebelumnya. Begini coach, saya kan ini lagi WFH (Work from Home) ya, sudah lebih setahun ini lebih banyak WFH. Seru juga sih coach, jadi gak harus tiap hari berangkat pagi-pagi ke kantor. Tapi yang gak serunya coach kok saya merasa semakin kesini badan saya semakin membesar ya?
Coach: Terima kasih Pak Budi untuk penjelasannya. Terkait goal bapak yang sedang WFH dan ingin menurunkan berat badan tersebut, di akhir sesi coaching ini apa yang menjadi ukuran suksesnya?
Coachee: Hmm, iya coach begini ya sebenarnya saya ingin bagaimana tetap rutin bisa berolahraga biar pun sedang WFH.
Coach: Olahraga apa yang Pak Budi biasa lakukan?
Coachee: Dulu-dulunya sering jalan, jogging gitu coach. Berenang juga. Sekarang kok malas ya? Padahal saya punya juga alat olahraga di rumah. Malah makannya yang semakin dikencangin tampaknya nih coach (tertawa).
Coach: Saya mengapresiasi keterbukaan Pak Budi. Kalau boleh tahu makanan apa yang sering Pak Budi makan itu?
Coachee: Ya itu coach, kadang-kadang makanan instan juga jadinya, goreng-gorengan. Apalagi kalau dirumahkan dapurnya dekat. Lapar sedikit saja bisa langsung minta istri masakin.
Coach: Baik Pak Budi,dalam situasi itu apa tanggapan istri Pak Budi?
Coachee: Beliau sih sering langsung oke-in apa yang saya minta. Paling-paling kalau sudah over request-nya, istri baru deh coach protes juga.
Coach: Saat istri Pak Budi protes begitu, dia bilang apa?
Coachee: Iya coach dia bilang, ingat berat badan Pa, katanya badannya sudah semakin besar?’ begitulah ucapan istri saya coach.
Coach: (Tertawa). Memangnya berat badan Pak Budi berapa sekarang?
Coachee: Nah itu dia coach, malu saya kalau ditanya tentang ini. Pokoknya sudah tak sesuai lagi dengan berat ideal dan normal saya.
Coach: Baik Pak Budi tidak apa-apa kalau begitu. Berat badan ideal Pak Budi biasanya berapa?
Coachee: Iya coach, paling maksimal di angka 65 kg lah coach. Ini sudah over, lebih dari 10-an kg. Jadi ya itu coach badan saya semakin terasa berat.
Coach: Kalau begitu Pak Budi sekarang berat badannya ada di angka lebih dari 75-an kilo ya? Dengan tinggi badan apakah sudah sesuai ini Pak?
Coachee: Ya, tentunya tidak sesuai coach, makanya saya merasa tidak nyaman dengan hal ini.
Coach: Baik Pak Budi terima kasih atas kejujurannya. Jadi apa yang Pak Budi akan lakukan?
Coachee: Seperti yang saya sampaikan tadi coach, bagaimana agar saya bisa tetap rutin olahraga walau sedang WFH.
Coach: Iya, hal yang baik itu Pak Budi. Olahraga memang penting. Kapan Pak Budi mau berolahraga dan apa jenis olahraganya Pak?
Coachee: Itulah coach yang masih buat bingung, kapan waktunya ya? Rasanya kok masih malas coach. Apalagi masih pandemi tak bisa keluar rumah.
Coach: Betul Pak ini masih pandemi kita belum bebas kemana-mana. Tapi Pak Budi masih bisa berolahraga dengan alat yang ada di rumah dulukan?
Coachee: Iya juga sih coach, tapi nanti deh saya pertimbangkan dahulu. Rasanya kok saya masih malas ya olahraga di rumah.
Bagaimana para pembaca semua? Siapa yang merasa dirinya pun akan bertanya seperti coach di atas kalau berada dalam sesi coaching tadi? Istilahnya sebelas dua belaslah pertanyaan dan respons yang akan diajukan. Atau teman-teman mungkin mulai merasa gerah, tidak betah, ingin buru-buru menggantikan posisi coach di atas? Apa temuan yang teman-teman jumpai dari ilustrasi percakapan coaching tersebut? Baiklah, sabar ya, simpan dulu temuan teman-teman tadi. Kita akan lihat, kupas dan kembali belajar bersama di bagian kedua tulisan ini.
(Bersambung)